Rabu, 20 Juni 2012

Siapa Mengenal Dirinya, Dia Mengenal Tuhannya

             Ini adalah ikhtisar dari salah satu bab yang ada di dalam buku “Titik Ba Paradigma Revolusioner Dalam Kehidupan Dan Pembelajaran”. Karangan Ahmad Thoha Faz. Buku ini cukup menarik untuk di baca, karena banyak penjelasan-penjelasan yang akan menyadarkan diri kita tentang kehidupan. Tidak usah panjang lebar, sekarang silahkan di baca ikhtisarnya…. Cekidoootttttt… eh, salah.. Check this out… Heheeeee….

SIAPA MENGENAL DIRINYA, DIA MENGENAL TUHANNYA
“Saya selalu bersama diri saya, sehingga saya sendiri yang selalu menjadi penghibur atau penyiksa saya”. Sebagai manusia sudah sewajarnyalah kita tahu siapa diri saya, bukan bertanya pada orang lain siapa diri saya?.
Bagi orang yang tahu ‘diri’-nya mereka akan mempunyai pilihan yang layak pada setiap masalah yang dihadapinya . Misalnya, kalau anda tidak menyukai lingkungan tempat tinggal yang bebas, maka ubahlah. Kalau merasa hal itu tidak dapat dirubah, ya terimalah. Kalu tidak terima, ya keluarlah.
Kita tidak dapat mengubah siapapun kecuali diri kita. Segala sesuatu yang terjadi pada diri kita sebenarnya bukan terjadi karena orang lain, tetapi terjadi karena persetujuan dari diri kita sendiri.
 “Sadarilah secara mendalam bahwa moment saat ini adalah segala yang pernah anda punya”, kata Eckhart Tolle. Otak tidak bisa membedakan antara fakta dan ingatan, mimpi dan imajinasi. Imajinasi pada masa lalu tidak terlalu berbeda dengan kenangan pada masa depan, keduanya tidak disini. Masa lalu adalah gelap dan masa depan penuh misteri, sebab kita hanya menyadari hidup pada titik kesadaran saat ini.
Bicara tentang kesadaran dan materi, kaum spiritualis lebih mengedepankan kesadaran, sedangkan kaum materialis mereka lebih mengedepankan materi. Apakah di balik kesadaran ada materi, atau di balik materi ada kesadaran? Apakah cantik yang membuat anda jatuh cinta pada calon istri anda, ataukah jatuh cinta yang membuat calon istri anda tampak cantik?. Kesadaran anda itulah yang memilihkan realitas khusus bagi diri anda.
Kesadaran merupakan hal paling misterius yang dihadapi pengetahuan manusia, karena kesadaran tidak dapat di diskripsikan maupun di definisikan. Sebab, meskipun fenomena yang di lihat sama tetapi informasi yang diperoleh berbeda bagi setiap individunya. Dengan kata lain, kesadaran benar-benar unik dan subjektif sehingga informasi apapun bersifat asimetris. Akibatnya, semua orang boleh melihat dunia yang sama, tapi mereka menghayati permainan yang berbeda.
Guna meluaskan kesadaran, man of wisdom menempuh jalan meditasi & hidup suci, sementara man of reason dengan observasi & eksperimentasi. Dalam terminologi kalangan pesantren “kiri” adalah pendekatan rasional argumentatif, sedangkan “kanan” adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada pengalaman batin dan intuisi.
Apabila sungguh-sungguh dalam berfikir, kita pasti akan dikejutkan oleh pemahaman yang bersifat paradoksal (menentang pikiran lazim) yang membuat kita bingung. Kebingungan itu terjadi ketika kesadaran kita menabrak batas. Tetapi saat-saat itu adalah waktu yang paling tepat untuk menelusuri kepenjelasan yang lebih hakiki.
Mereka yang sudah terbuka dengan paradigma baru (pertemuan materialisme & spiritualiisme) itu menyadari bahwa tatkala sains masih meraba-raba  dalam kegelapan, spiritualisme telah menyadari kebenaran. “kita harus melihat agar kita dapat percaya” begitu ajaran sains, namun kita pun harus percaya agar kita dapat melihat. Kita hendaknya belajar lebih terbuka terhadap kebenaran, dan tidak mudah memvonis sesuatu itu tidak masuk akal karena kita sendiri tidak memahaminya.
Hubungan antara spiritualitas & agama membuktikan kesimpulan yang paradoksal. Banyak orang yang tak beragama, tetapi memiliki kualitas spiritual sangat tinggi, memiliki pengalaman keagamaan lebih banyak berada di luar batas-batas arus utama keagamaan dari pada orang-orang yang mengaku beragama.
Penemuan “God Spot” pada otak bagian lobus di anggap sebagai landasan bahwa manusia memang secara alamiah sudah mengenal tuhan. Karena itu, kita tidak mungkin menjadi ateis. Mungkin saja kita tidak beragama secara formal, tapi tidak mungkin kita kehilangan spiritualitas.
“Dunia, mimpi yang dinikmati bersama; mimpi, dunia yang dinikmati sendirian”. Mimpi merupakan “fenomena kesadaran” yang di dapat saat kita tidur. Menurut teori Freud, mimpi itu sama halnya keliru-ucap dan ritus-obsesional-tidak lebih merupakan ekspresi ketidaksadaran tatkala pintu-pintu kesadaran tidak dapat menyalurkannya.
Saat kita bermimpi, kita tidak tahu kalau kita sedang bermimpi, kecuali bagi mereka yang sedang memiliki kesadaran tinggi ketika itu. Hanya setelah sadar baru kita dapat mengenali mimpi sebagai mimpi. Orang yang tidak menyadari bahwa hidup ini hanya sejenis mimpi berarti dia belum bangun. Kita semua saat ini sebenarnya sedang tidur dan bermimpi. Ketika mati kita terbangun. Sebab, kita dapat menyadari dengan gamblang bahwa pengalaman sebelumnya hanya mimpi. Kematian merupakan awal dimulainya realitas hakiki, tempat orang bangun dan tidak bisa lagi tidur panjang di dunia.
Isyarat tidak hanya di dapat melalui mimpi. Pandangan menembus sekat waktu tidak hanya dapat diperoleh dalam ketidaksadaran, tapi juga dalam kesadaran yang biasa di sebut firasat (pandangan batin) atau intuisi ( suara hati).
Ujung dari sebuah keyakinan adalah tindakan, tanpa tindakan berarti kita tidak yakin. Agama sebagai pengalaman menjadi kategori yang lebih penting daripada agama sebagai rumusan atau pemahaman. Seseorang tidak cukup memikirkan atau merasakan agamanya, melainkan harus hidup di dalam agamanya sedapat mungkin. Jika tidak, agama baginya hanya sekedar fantasi atau filsafat kosong.
Tidak semua yang dipelajari bisa di ajarkan, selalu ada sisi-sisi lain yang tidak bisa di ajarkan di bangku kelas, yang hanya bisa ditemukan sendiri dengan pengamalan dan pengalaman. Tidak sedikit kata-kata yang kita baca di buku pada hakikatnya hanya lambang tanpa arti. Kata ‘miskin’ belum berarti apa-apa. Jika anda ingin mengetahui makna itu, maka hiduplah bersama mereka yang hidup di kolong jembatan. Lihatlah orang miskin orang per orang, dan hayati kemiskinan mereka.
Kita tidak harus selalu benar dalam setiap langkahnya, tetapi kita harus selalu mencari jalan keluar. Tindakan adalah langkah terakhir dan penentu dalam seluruh proses pembelajaran. Hasil akhir yang bernilai namun belum pasti, selalu memerlukan keberanian untuk memulai. Sebenarnya, keberanian bukan ketiadaan rasa takut, melainkan penilaian bahwa ada sesuatu yang lebih penting daripada ketakutan itu sendiri. Jika kita mau berfikir sedikit jernih, walaupun risiko gagal 99%, namun risiko gagal karena tidak mencoba adalah 100%. Setelah tindakan pertama dimulai, yang diperlukan selanjutnya adalah keuletan dan keteguhan hati untuk menerjang gelombang demi gelombang menuju tujuan.
*Kalau anda merasa tertarik, cari saja bukunya.. dan bacalah…., SELAMAT MEMBACA…!!, Oia, Ada satu lagi… saya mohon kritik dan sarannya untuk blog ini… Sebelumnya terimakasih yang sudah mau membaca dan berkomentar….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar